Portalmiliter | Sukabumi,-Diduga tabrak aturan Garis Sepadan Sungai (GSS), bangunan di bibir Sungai Cijeruk, Kampung Gunungguruh, Desa Cibentang, Kecamatan Gunungguruh, terkesan dibiarkan oleh pemerintah terkait.
Informasi yang dihimpun reportikanews.com, tampak sejumlah bangunan yang diduga tempat produksi pembuatan funiture dan rumah toko (ruko). Mirisnya, bangunan tembok pondasi bangunan berdiri kokoh, berada di bibit kiri dan kanan Jembatan Sungai Cijeruk.
Empung Kurniawan Kepala Desa Cibentang, membenarkan bahwa sejumlah bangunan yang berada bibir Jembatan Sungai Cijeruk, belum memiliki izin, baik secara laporan permohonan rekomendasi perizinan melalui Pemerintah Desa (Pemdes Cibentang).
"Ya, bangunan yang dimaksud ada di Kampung Gunungguruh Desa Cibentang. Belum miliki izin itu. Kami akan berkodinasi dengan pihak Satpol PP Kecamatan terlebih dulu. Maaf saya lagi kegiatan rapat dulu," singkat Empung Kurniawan, saat dikomfirmasi melalui telepon seluler, Rabu (04/01/23).
Terkesan maraknya bangunan langgar GSS dan GSB, Abong Suratman, Ketua Barisan Masyarakat Sukabumi Melawan Intimidasi (Basmi), menilai penentuan sebuah bangunan GSS dan GSB. Tentunya sudah ada aturan dihitungnya berdasarkan formulasi sedemikan rupa. Sehingga keberadaan bangunan tidak mengganggu kelancaran aliran air sungai dan mengancam fondasi tebing sungai. Seharusnya warga yang hendak mendirikan bangunan memperhatikan terlebih dahulu ketentuan dan peraturan tentang GSS dan GSB.
"Tidak sedikit banjir dan longsor dipicu oleh pelanggaran terhadap ketentuan garis sempadan sungai dan garis sempadan bangunan. Untuk mencegah ancaman banjir dan longsor, semua bangunan harus memenuhi persyaratan GSS dan GSB. Ini harus ada upaya kongkrit baik secara eduksi maupun pengawasan dari pemerintah atau dinas terkait, jangan terkesan ada ajang pembiaran," cetus Abong.
Bicara masalah penertibkan bangunan-bangunan yang melanggar GSS dan GSB, Abong menegaskan, semua bukanlah pekerjaan yang gampang. Untuk menjamin keberhasilan dalam penertiban bangunan-bangunan tersebut diperlukan kerja sama semua pemengku kebijakan, termasuk pemilik bangunan yang harus menyadari kesalahannya terhadap peraturan GSS dan GSB.
"Berangkat dari sosial kontrol, kami (Basmi) sangat menyangkan, bila pemerintah terkait tidak melakukan upaya penertiban. Sebenarnya untuk mengendalikan bangunan liar langgar GSS dan GSB, perlu adanya kolaborasi dan koordinasi yang terbangun dari pihak-pihak terkait," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala UPTD PSDA Ws Cisadeo-Cibareno, Andria Hendraningrat, mencetuskan, maraknya pelanggaran terhadap ketentuan GSB dan GSS di Kabupaten/Kota Sukabumi, menjadi ancaman serius bagi lingkungan, terutama di daerah aliran sungai.
“Ya, dengan maraknya pelanggaran GSB san GSS ini bisa mengakibatkan banjir seperti bencana banjir bandang luapan sungai. Kejadian yang kerap terjadi setidaknya dijadikan cacatan khusus bagi kami, untuk mengingatkan bahwa pelanggaran tersebut sangat merugikan banyak pihak," kata Andria.
Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana besar yang disebabkan GSB dan GSS, Membutuhkan kekompakan antara PSDA dan pihak terkait seperti, Desa, Kecamatan, Dinas Kabupaten, Karang Taruna dan Komunitas Pencinta Alam. Salah satunya dengan cara mengintensifkan penanaman bibit pohon yang dilakukan secara bersamaan.
“Untuk mengawasi pelanggaran GSB dan GSS pada bangunan ruko hingga pembangunan perumahan, kami harus gencar mengingatkan atau memberi pemahaman kepada para pelaku, bahwa ada sanksi hukumnya sesuai UU Nomor 17 tahun 2019, yang menentukan ada tindak pidana untuk pelanggar GSB maupun GSS,” tegasnya.
Editor. : Rudi Samsidi.