Portalmiliter | Sukabumi,-Permasalahan Ex. tanah HGU PT. Tenjojaya seluas 299 ha yang berlokasi di Desa Tenjojaya Kecamatan Cibadak sejak 2013 silam, ternyata sampai saat ini belum ada kejelasan status hukumnya.
Sebagian masyarakat mulai resah akan hal tersebut, dan mengkhawatirkan permasalahan itu tidak akan pernah ditindaklanjuti lagi.
"Permasalahan ini sudah berlangsung sejak lama, tetapi belum ada kejelasan akan kepastian status hukum tanah tersebut, kami khawatir kasus ini akan menjadi permasalahan baru bagi anak cucu kami dikemudian hari."ujar Tri Pramono warga Kampung Tenjojaya RT I/ RW I Desa Tenjojaya pada wartawan setelah dia mencermati hasil audiensi warga dengan Kejaksaan Negeri Sukabumi pada Kamis 16/9/21.
Tri Pramono khawatir anak ataupun cucu mereka dikemudian hari akan terusir dari rumahnya sendiri.
"Bilamana belum ada kejelasan akan status hukum tanah tersebut saya khawatir bisa saja beberapa tahun ke depan anak-anak kami terusir dari sini, karena setelah saya cermati hasil audiensi warga dengan kejaksaan belum ada langkah konkrit dari kejaksaan, karena jawaban dari Kasi Intel Kejaksaan Aditya Sulaeman menurut informasi yang saya terima masih normatif-normatif saja"papar Tri Pramono
Dalam kasus ini Tri Pramono menilai kinerja dari Kejaksaan sangat lamban dan kurang maksimal.
"Saya nilai sangat lamban, ya kurang maksimal saja kinerja kejaksaan terhadap kasus yang telah merugikan negara puluhan miliaran rupiah tersebut. Kasus ini sudah sangat lama, masyarakat inginkan kepastian hukum atas tanah tersebut dengan segera, jika memang seharusnya tanah tersebut balik lagi ke negara, ya balikin dong, dan jikalau jadi milik PT. Bogorindo ya silahkan juga kasihkan ke mereka"sampai Tri.
Tri pramono pesimis penanganan kasus eks HGU bisa berjalan sesuai dengan harapan warga.
"Saya pribadi pesimis penangan kasus ini bisa berjalan dengan harapan warga, apabila penanganan tersebut masih ditangani oleh kejaksaan Sukabumi. Maka dari itu kami meminta dengan sangat kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Jokowidodo untuk bisa mendengarkan keluhan kami ini dan bisa diinstruksikan langsung penangannya ke KEJAGUNG karena kami menganggap aparat penegak hukum di daerah dinilai mengalami dilema dan terkesan lamban,"lanjutnya lebih jauh
Masih kata Tri Pramono, selain pengaduan ke presiden, kunci permasalahan ini bisa terbongkar apabila Tatang Sofyan
diproses lebih lanjut.
"Saya pikir kunci permasalahan ini ada di Pak Tatang Sofyan selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi saat itu, yang mana Ia telah menerbitkan Surat keputusan tentang Pemberian hak milik terhadap beberapa nama, tanpa prosedur yang semestinya"jelas Tri.
Sebelumnya dalam kasus tersebut Tri pramono menjelaskan ada beberapa pihak yang bermain dan sebagian sudah ditangkap dan telah mendapat hukuman kurungan, diantaranya Usman Effendi dan Rudolf Imam Santoso Direktur PT. Bogorindo Cemerlang yang dengan sengaja telah "menyulap" lahan HGU PT. Tenjojaya menjadi SHM. Dan kemudian setelah mereka ketahui permasalahan akan timbul oleh SHM tersebut, kemudian mereka menurunkan status tanah itu dengan status HGB atas nama PT.Bogorindo Cemerlang, melalui surat keputusan pelepasan hak yang diberikan kepada 166 orang, dengan masing-masing 2 Hektar,oleh Tatang Sofyan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi, yang kini menjabat sebagai penataan aset pada kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Dan lebih parahnya lagi ternyata setelah ditelusuri diketahui nama-nama 166 orang tersebut bukanlah warga Tenjojaya, melainkan warga Bogor. Bilamana sertifikat itu memang harus terbit, seharusnya adalah atas nama-nama warga Tenjojaya itu sendiri.
Tersangkut masalah hukum oleh lahan Tenjojaya tidak hanya terhenti di sana,ada juga mantan Kepala Desa Tenjojaya, Supriatman serta mantan Camat Cibadak, Suherwanto yang sudah divonis dan telah menjalani hukuman. Seterusnya baru-baru ini juga ada keterlibatan oknum penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju yang telah disuap oleh Usman Efendi sebesar 525 Juta Rupiah.
Tri Pramono mempertanyakan kenapa Tatang Sofyan sebagai Kepala BPN Sukabumi pada waktu itu, sampai saat ini prosesnya seolah-olah terhenti.
"Yang saya tidak habis fikir, kenapa Pak Tatang Sofyan sebagai kepala kantor pertanahan yang statusnya telah menjadi tersangka, tetapi sampai saat ini proses penyidikannya tidak ada kelanjutan. Dia menyandang status ini kan sudah lama, jika memang dia tidak layak untuk dinaikan statusnya,ya cabut dong status tersangkanya, atau jangan-jangan penyidikannya telah dihentikan"kata Tri utarakan kecurigaannya
Senada dengan yang disampaikan oleh Trimono, Ketua lembaga aliansi indonesia divisi KGS Pupung Puryanto, mengatakan permasalahan tersebut bila memang tidak ada kelanjutan yang jelas dan pasti, DPC lembaga aliansi indonesia Kabupaten Sukabumi akan berkoordinasi dengan DPP, untuk membuat pengaduan ke Presiden RI.
"Tentunya kami dari DPC LAI KGS sebagai pendamping masyarakat Tenjojaya akan melakukan langkah lanjutan bila penangan masalah ini masih jalan ditempat. Bisa saja nanti akan kami bawa permasalahan ini ke DPP LAI, selanjutnya untuk diteruskan ke Presiden,"ungkap Pupung usai usai menghadiri audiensi dengan Kejaksaan Sukabumi, Kamis /16/8/21.
Pupung menilai ada kelemahan dari pihak kejaksaan dalam mengawasi tanah sitaan seluas 299 ha di Desa Tenjojaya tersebut.
Seharusnya lanjut Pupung yang lebih berhak dan mempunyai kewenangan penuh atas segala permasalahan ataupun kejadian di atas lahan tersebut adalah kejaksaan.
Merekalah yang harusnya bertanggung jawab penuh apabila ada perbuatan ataupun aktifitas yang melanggar hukum diatas tanah sitaan tersebut. Karena kejaksaan itu telah ditugaskan dan diamanatkan negara untuk hal untuk tersebut.
Setelah tadi kami melakukan audiensi dengan kejaksaan saya merasa ada ke-kurang tegasan dari kejaksaan.
Itu terbukti dengan adanya beberapa pihak yang menyebutkan petugas kejaksaan itu sebagai oknum. Kok bisa dibilang oknum....? kejaksaan itu kan telah mengantongi surat perintah yang jelas, malahan mereka datang dengan pakaian dinas lengkap sewaktu memasang plang sitaan beberapa waktu lalu di atas tanah sitaan tersebut. Disini terlihat jelas petugas negara telah dilecehkan dan direndahkan dengan sebutan oknum tetapi kejaksaan sendiri belum mengambil sikap"tegas Pupung.
Menurut Pupung Kejaksaan harusnya bisa lebih tegas lagi dalam mengamankan tanah sitaan tersebut.
"Apabila terjadi sesuatu hal ataupun perbuatan maupun aktifitas yang dianggap melanggar diatas tanah sitaan tersebut, maka merekalah yang harusnya bertanggung jawab, bukannya malah menyuruh masyarakat untuk mengadukan ke Kepolisian. Dalam hal ini kan merekalah (kejaksaan-read) yang bertanggung jawab, karena itu dalam pengawasan mereka, lain cerita bila pengawasan itu dalam pengawasan kami, tentu saja kami yang akan membuat pelaporan."tandas Pupung.
(team)