SELAYAR POS ■ Surat Telegram Kapolri, terkait penindakan tegas bagi dalam menangani pandemi COVID-19 dinilai berpotensi abuse of power. Sebagai negara demokrasi, masyarakat berhak mengkritik Presiden dan pemerintah dalam menjalankan kebijakan. Hal ini sebagai kontrol bagi pemerintah.
“Aturan ini berbahaya sekali. Ini berpotensi abuse of power. Kalau nanti ada yang kritisi sedikit, langsung ditindak polisi,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni di Jakarta, Selasa (7/4).
Menurutnya, dalam situasi yang memprihatinkan seperti saat ini, polisi harus berfokus dan berkomitmen penuh memberikan layanan dan melindungi masyarakat.
“Polisi harus ingat bahwa mereka digaji rakyat, bekerja untuk rakyat. Dalam situasi sulit ini, Polisi justru harus berada di garda terdepan dalam melindungi dan mengayomi masyarakat,” paparnya.
Dia meminta Kepolisian fokus dalam melayani warga yang terdampak COVID-19. Yakni kesehatan maupun pendapatan ekonomi. Dia menilai sebagai Polisi membantu masyarakat yang sedang mengalami kesulitan. Terutama agar mereka merasa aman dan terlindungi di lingkungan tempat tinggalnya.
“Perketat pengawasan di lapangan untuk orang-orang yang masih keluar tidak menggunakan pakai masker atau yang belum melakukan social distancing. Itu lebih bermanfaat,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis menerbitkan Surat Telegram Kapolri mengenai pedoman pelaksanaan tugas fungsi reskrim terkait dengan kejahatan yang terjadi di ruang siber dan penegakan hukum tindak pidana siber selama masa wabah COVID-19.
Dalam Surat Telegram nomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 tertanggal 4 April 2020 ini, disebutkan beberapa jenis pelanggaran atau kejahatan serta masalah yang mungkin terjadi selama masa darurat.
Antara lain tentang ketahanan akses data internet, penyebaran hoaks terkait dengan COVID-19, dan penyebaran hoaks terkait dengan kebijakan pemerintah, penghinaan kepada presiden dan pejabat pemerintah, penipuan penjualan produk kesehatan, dan kejahatan orang yang tidak mematuhi protokol karantina kesehatan.
Untuk mengatasi masalah akses internet, jajaran Polri diminta untuk melaksanakan koordinasi dengan penyedia internet dan memberikan pengamanan kepada penyedia jasa internet yang akan melakukan perawatan rutin.
Polri diminta untuk melaksanakan penegakan hukum secara tegas dan mengumumkannya kepada publik mengenai kasus yang berhasil diungkap agar menimbulkan efek jera dan mencegah terjadinya kejahatan serupa di kemudian hari. Surat Telegram Kapolri ini ditujukan kepada Kabareskrim Polri dan para Kapolda se-Indonesia.
Terpisah, Kapolri Jenderal Idham Azis menegaskan Surat Telegram mengenai penanganan penumpang yang datang dari negara terjangkit COVID-19, harus dijalankan. Termasuk para pekerja migran yang tiba di Indonesia selama pandemi COVID-19. Melalui Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/1102/IV/HUK.7.1./2020 tertanggal 4 April 2020, Idham meminta jajaran Reskrim berkoordinasi dengan penyelenggara karantina kesehatan, BPBD, Dinas Kesehatan dan Dinas Karantina. Surat telegram tersebut ditujukan kepada Kabareskrim Polri dan para Kapolda.
Anggota Polri juga diminta berkoordinasi dengan Pemda di daerah transit kepulangan pekerja migran maupun di daerah tujuan pekerja migran.
“Anggota Polri wajib mendampingi petugas kesehatan di sejumlah pintu masuk di pelabuhan, bandara, pos lintas batas darat untuk memeriksa penumpang/pekerja migran yang baru tiba di Tanah Air. Prosedur penanganan kesehatan, baik melalui laut, udara, darat yakni pelabuhan, bandara, pos lintas batas darat negara harus dilakukan sesuai Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan,” tegas Idham di Jakarta, Selasa (7/4).
Bagi penumpang yang datang menggunakan kapal melalui pelabuhan dari luar negeri atau wilayah terjangkit di dalam negeri, Polri akan mengecek deklarasi kesehatan maritim dari nakhoda. Sedangkan yang masuk Indonesia melalui bandara, Polri akan mengecek deklarasi kesehatan penerbangan dari kapten penerbang.
Sementara di pos lintas batas darat negara, kendaraan yang datang dari wilayah terjangkit atau terdapat orang yang diduga terjangkit atau terdapat barang yang diduga terpapar, akan dilakukan pengecekan deklarasi kesehatan perlintasan darat dari pengemudi.
“Jika dari deklarasi kesehatan ditemukan ada penumpang yang positif COVID-19, maka penumpang tersebut akan dikarantina dan dirawat di rumah sakit rujukan setempat,” imbuhnya.
Sementara untuk penumpang yang negatif COVID-19, yang bersangkutan dinyatakan berstatus ODP (orang dalam pemantauan) dan diberikan kartu kewaspadaan kesehatan. Penumpang tersebut juga diwajibkan melaksanakan isolasi mandiri di daerah tujuan serta diawasi pejabat karantina kesehatan kewilayahan dan pejabat pemerintah setempat dengan didampingi petugas kepolisian.
“Apabila terdapat pelanggaran terhadap Pasal 90 s.d. Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan maka penyidik Polri atau PPNS dapat melakukan penegakan hukum,” pungkasnya. (Sumber: Fajar)